Tuesday, January 1, 2013

Malaysia, Saudara yang Dianggap Musuh





Malaysia, satu negara yang merupakan tetangga Indonesia dan Singapura. Dengan jumlah penduduk kira-kira 27 juta Jiwa dengan luas wilayah hampir 300.000 Km2 Malaysia termasuk negara berkembang yang bisa dikatakan makmur. Jangan samakan dengan Indonesia dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang hampir 250 juta jiwa.

Malaysia, Singapura, Brunei bahkan mungkin negara-negara ASEAN dahulu merupakan satu kawasan yang disebut Nusantara. Ingat saat Majapahit mendirikan kerajaan di daerah Melaka, atau Sriwijaya yang menaklukan wilayah Laos dan sekitarnya? CMIIW :D. Itulah mengapa Indonesia, Singapura dan Brunei serta Thailand Selatan memiliki bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu, dan bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang disempurnakan. Juga itulah mengapa Indonesia dan Malaysia terutama memiliki kebudayaan yang hampir sama, bahkan saling mengklaim itu miliknya.

Sejak kedatangan kolonial barat dari eropa menjelajah dunia, Inggris berhasil menguasai wilayah Malaya sedangkan Belanda menguasai wilayah Indonesia. Ini yang membuat kita menjadi pecah, satu kawasan yang dulu disebut Nusantara kini harus terbagi akibat penjajah. Makanya tahun 1962-1966, terjadilah sebuah operasi Dwikora yang Soekarno saat itu bertujuan untuk menyatukan kembali Malaysia dan Indonesia menjadi wilayah Nusantara. Tetapi saat itu masyarakat Malaysia tidak mau, dan terjadilah kontroversi dan konflik antar negara ini yang terkenal dengan "Ganyang Malaysia".

Bisa kita saksikan di berbagai media, terjadi saling mengklaim kebudayaan antara Malaysia dan Indonesia. Seringkali media membuat panas masalah ini, yang memancing emosi dan biasanya di luar fakta yang sebenarnya. Tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang marah saat budayanya diklaim Malaysia. Coba kita ambil kaca, dan tataplah wajah kita sendiri. Sejauh mana kita sudah melestarikan budaya kita? Apakah kita pernah melakukan sedikit usaha untuk melestarikan budaya kita? Apakah kita pernah menyaksikan di televisi budaya kita diperkenalkan dan ditampilkan ke depan publik? Tidak kan? Kalaupun ada, itu saat terjadi konflik saja. Bukankah televisi kita lebih bangga menyiarkan tayangan yang bersifat hedonisme, kekayaan, harta, tahta, wanita bahkan elang peliharaan? Bukankah kita lebih bangga melihat tayangan berbau Korea, Jepang, atau negara lain? Kita lebih senang mengikuti cosplay pakaian adat jepang, tapi malu saat memakai batik ke mall? "Mau undangan kemana mas?"



Gua sendiri bukan orang yang anti sama tayangan Korea, Jepang, atau sinetron. Tapi kita juga harus ingat, kita masih memiliki banyak kekayaan budaya. Belajarlah dari negara Jepang, meskipun Jepang adalah negara modern, tapi Jepang tidak lupa siapa dirinya sebenarnya. Dia tidak lupa akan budaya dari leluhurnya, tidak lupa akan jati dirinya yang membuat Jepang kini menjadi negara maju. Tayangan sinetron yang hanya mementingkan urusan kekayaan, wanita dan elang, sungguh miris. Kehidupan Indonesia senyata film itukah? apa pernah sedikit aja menengok ke bagian Indonesia Timur dan perbatasan? Bagaimana kehidupan mereka?

 Oke kembali ke topik. Jadi, untuk apa kita harus marah, sewot, emosi, dan demo saat budaya kita diklaim bahkan diambil sama Malaysia? Analoginya, lu punya buah mengkudu, tapi lu gak suka buah itu. Saat ada orang yang mau ambil atau minta buah mengkudu lu itu, malah gak boleh. Terus selanjutnya mau diapain? Nunggu sampe mengkudu itu pergi sendiri? Sampe lu botak belah tengah juga gak mungkin itu mengkudu guling-guling sendiri ninggalin lu.

Media, masyarakat selalu saja menyalahkan pemerintah. Dianggap gak tegas atau apalah. SBY memang kurang tegas, tapi gua rasa apa yang beliau lakukan untuk tidak menyerang Malaysia adalah benar. Untuk apa menyerang? Cuma buang uang miliaran untuk membela apa yang gak pernah kita bela.

Sadarlah kawan, Malaysia bukanlah musuh kita. Sesungguhnya musuh kita adalah negara barat. Kalaupun mereka membuat satu tindakan kontroversial, itu hanyalah oknum yang hanya ingin memecah kita. Seharusnya kita berterima kasih sama mereka, dengan mereka mengklaim budaya kita, kita menjadi sadar bahwa upaya kita masyarakat Indonesia untuk melestarikan budaya masih kurang. Tak perlu marah, sewot, ngedumel atau demo, cukup renungkan dan pikirkan. Apa kita sudah bertindak dari dalam diri kita sendiri?




No comments:

Post a Comment